Wednesday, December 2, 2009

Cabaran Bagi Berdirinya Kembali Khilafah di Dunia Internasional
Challenges Facing the Return of Caliphate in the International World
Oleh : Team Ikatan Intelektual Nusantara

Muqaddimah

Perjuangan mengembalikan Khilafah di Dunia Internasional selalu mengalami pasang-surutnya. Musuh-musuh Islam akan sentiasa berusaha untuk mengalihkan perhatian umat Islam supaya tidak terlibat dalam usaha mengembalikan Khilafah malah menentang usaha tersebut. Maha benar Allah SWT. yang menyatakan:
Mereka tidak henti-hentinya memerangi kalian hingga mereka dapat mengembalikan kalian dari agama kalian (kepada kekafiran) seandainya mereka sanggup…
(TQS al-Baqarah [2]: 217).

Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi al-Kitab, nescaya mereka akan mengembalikan kalian menjadi orang kafir setelah beriman. (TQS. Ali Imrân [3]: 100).
Kembalinya ideologi Islam akan meruntuhkan ideologi Kapitalisme. Ideologi Islam akan menyatukan dunia Islam di bawah naungan Khilafah Islam, negara yang berideologi Islam dan bersifat global. Kapitalisme akan ditinggalkan dan dilupakan. Ini adalah ancaman terhadap eksistensi AS dan ideologinya. Dengan demikian, 'perang' yang terjadi sekarang ini adalah serangan untuk mengubah sistem di Dunia Islam, agar umat Islam meninggalkan Islam dan mengambil sekularisme sehingga tidak akan ada lagi negara Khilafah. Di sisi lain, aktivis gerakan Islam berjuang menyedarkan umat untuk menerapkan Islam serta memperjuangkan kembalinya Khilafah. Inilah inti dari perang ideologi, persis seperti ketika AS dan Blok Barat-nya memerangi Komunisme yang diusung Kesatuan Soviet dan Blok Timur-nya. Condoleezza Rice mengatakan, "Kemenangan itu bukan ketika terrorist dikalahkan dengan kekuatan militer, tetapi ketika ideologi (yang mengajarkan) kematian dan kebencian itu berhasil dikalahkan."[1]

Amerika dan sekutunya melihat bahawa gerakan mengembalikan Khilafah secara damai lewat pemikiran adalah gerakan yang mengancam mereka. Zeyno Baran daripada Nixon Center mengatakan bahawa gerakan itu walau pun tidak menggunakan kekerasan tetapi ia adalah ‘conveyor belt’ (penghubung) kepada terrorist.
Kita perlu mengkaji kemungkinan Cabaran yang akan dihadapi dalam menegakkan Khilafah agar lebih bersedia memikulnya, yakin dengan perjuangan dan kuat menghadapi pelbagai kesukarannya.

Cabaran
Cabaran di hadapan kita bersifat multi dimensi, di antaranya adalah:

(1) Adanya pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan Islam disebarkan di seluruh dunia khususnya dunia Islam. Cara penyebarannya sering menggunakan kaedah putar belit sehingga umat Islam menerima pemikiran kufur yang rosak sebagai kemajuan. Pemikiran-pemikiran ini berkembang tanpa perlawanan sehingga kedudukannya semakin kukuh.

Musuh-musuh Islam bersungguh-sungguh mengubah persepsi Dunia Islam dan keyakinannya kepada ideologi Islam. Clash of Civilization (Benturan Peradaban) yang antara Islam dan Barat dianggap mesti diubah menjadi dialog antar peradaban. Islam yang bersifat dîn wa dawlah (agama dan negara) dianggap kuno dan kaku.

Penyiaran karikatur menghina Nabi Muhammad SAW oleh media-media cetak Eropah merupakan salah satu contoh perang pemikiran (ghazw ats-tsaqafi) dan penghinaan terhadap Islam dan kaum Muslim, sebagai bahagian dari perang global melawan terrorism (global war on terrorism). Malangnya ada umat Islam yang terpedaya seolah-olah orang-orang Islamlah yang terlalu emosional dalam kes ini. Perjuangan untuk menerapkan Islam dalam wadah Khilafah sebagai pengganti Kapitalisme justeru dilabel sebagai pelampau. Nyatalah, kebebasan bersuara dan demokrasi yang mereka agung-agungkan itu hanyalah omong kosong.

Islam adalah ideologi dan sistem hidup yang khas, tetapi kempen Barat untuk pendemokrasian dan HAM menggeser Islam menjadi sistem nilai (values) yang hanya menjadi roh dalam aktiviti keagamaan.

Barat juga mempromosikan konsep Islam modern yang “fleksibel”. Kelompok yang sejalan dengan Barat ini disebut Islam moderat, sedangkan yang bertentangan dengan kelompok ini disebut Islam Ekstremis (Pelampau). Juru Bicara Dewan Perwakilan Luar AS Sean McCormack mengatakan, bahawa negara seperti Indonesia merupakan suara moderat Dunia Islam, karena Indonesia dianggap telah membuat kemajuan bererti dalam perlaksanaan demokrasi dalam waktu yang relatif singkat. Amerika memaksa negara-negara Muslim melaksanakan demokrasi di negara masing-masing, bertujuan untuk mengekang umat Islam dan mengajarkan bahawa mereka tidak perlu mendirikan Khilafah karena demokrasi akan memberi ruang kepada mereka untuk menyuarakan pendapat, terlibat dalam pilihanraya malah mengkritik pemerintah. Hasilnya kita lihat Ikhwanul Muslimin berhasil menambah jumlah kursi mereka di Parlemen dan HAMAS menang pilihanraya di Palestin [2].

Ajaran-ajaran Islam diperbodoh-bodohkan. Jihad dianggap ganas, poligami dicap menginjak-injak maruah wanita, kononnya wanita tidak diberi peluang mendapatkan pendidikan oleh golongan ‘fundamentalis’, jilbab dianggap budaya Arab, potong tangan dan rejam dituduh sebagai hukum tak berperikemanusiaan, pembahagian waris cerai tidak adil, Khalifah dituduh diktator, dan tuduhan-tuduhan lainnya. Bahkan, hukum Islam dituding sebagai kejam, mengamalkan diskriminasi, kolot, kuno, primitif, dan hanya sesuai untuk abad ke-2 Hijrah. Masyarakat dan negara sekular-kapitalistik yang serba bebas justeru dianggap masyarakat modern dan beradab.

(2) Cabaran yang lain ialah boneka-boneka yang dicipta oleh musuh-musuh Islam. Musuh-musuh Islam selalu memperkuat kelompok moderat yang sanggup tunduk kepada mereka. Standard utamanya adalah kesamaan pandangan mereka tentang sekularisme dan konsep demokrasi. Kelompok moderat akan dibantu untuk menghancurkan kelompok radikal. Paul Wolfowitz mengatakan, “Perang ini harus dijalankan utamanya di negeri-negeri Muslim dan oleh Muslim sendiri.” Kelompok moderat didorong untuk melaporkan kajian yang menunjukkan kesesuaian Islam dengan sekularisme, demokrasi, dan idea-idea turunannya. Contohnya adalah konsep, “Teologi Negara Sekular”, yang diusulkan Denny JA dalam kelompok diskusi (mailing list) Islam Liberal. Zeyno Baran, penganalisis dari The Nixon Center menyarankan, “Sediakanlah dana dan berilah ruang bagi Muslim moderat untuk mengorganisasikan, mencetak, menyebarkan, dan menterjemahkan hasil kerja mereka.” Mereka digalakkan menyebarluaskan idea mereka secara besar-besaran terutama kepada golongan muda [3].

Organisasi RAND (Amerika) dalam laporannya pada tahun 2003 mengusulkan agar dilahirkan role model dan pemimpin-pemimpin yang boleh menghalang kebangkitan umat Islam. Modernist yang menentang Islam digelar sebagai pejuang hak kemasyarakatan. Misalnya Barat mempromosi Nawal Al-Sadaawi di peringkat internasional kerana sanggup ditindas, diganggu, dan diseret ke pengadilan karena mempertahankan kebebasan bersuara dan emansipasi wanita di Mesir. Menteri urusan wanita Afghanistan, Sima Samar, dipromosikan oleh Barat karena lantang menyuarakan pendiriannya tentang hak asasi manusia, undang-undang sivil dan demokrasi.

Pasca serangan AS atas Afghanistan dan Iraq, reaksi anti AS semakin meningkat di Dunia Islam. Ini jelas tidak dikehendaki AS. Karena itu, dalam rangka meredam aksi-aksi dan sentimen anti AS di Indonesia, misalnya, AS sanggup mengosongkan untuk ’membeli’ ulama dan ’menciptakan’ ulama palsu. Hal ini terungkap dari buku ‘The CIA at War’. Dalam wawancara pengarang buku tersebut dengan George Tenet (Pengarah CIA), ditegaskan bahawa Amerika menemukan ruang untuk melawan gelombang anti AS dengan cara menyuap para ulama atau kiai, menciptakan kiai palsu, dan merekrut tokoh-tokoh agama Islam sebagai agen. Misalnya Sheikh Tantawi, Sheikh di Al-Azhar, mendukung peraturan pemerintah Perancis dan Singapura, yang melarang pemakaian hijab.

Dr. Mashitah Ibrahim (Malaysia), lulusan PhD dari Universitas Al-Azhar Mesir, mengatakan seorang wanita boleh menjadi pelacur jika sukar mendapat kewangan dan Muslim dibolehkan menyambut Hari Valentine. Organisasi RAND Amerika meminta agar individu-individu Muslim ‘extremis’ dihina di depan umum [3]. Ahli-ahli teologi dan imam-imam yang mendapatkan pendidikan di institusi-institusi pemikiran Islam yang moderat di Turki, Asia Tengah, dan Indonesia yang menawarkan interpretasi Islam yang memiliki elemen Sufisme yang kuat dan mengajarkan toleransi dengan agama dan budaya lain, mesti didukung oleh Barat [5].

(3) Musuh-musuh Islam memberi bantuan kewangan dan teknikal kepada mereka yang sanggup diperalatkan. Aktor-aktor AS dalam perang pemikiran umumnya berasal dari U.S. Agency for International Development (USAID). USAID telah menyalurkan dana untuk membantu beberapa program di antaranya program radio “Islam dan Toleransi” yang disiarkan oleh 40 stesen radio di 40 kota, dan berdasarkan program ini, ditulis setengah-halaman artikel sekali dalam seminggu di lebih dari 100 surat khabar di seluruh Indonesia, yang dilaksanakan oleh Jaringan Islam Liberal; pendirian pusat kaunseling untuk masalah kekejaman domestik dan pusat bantuan bagi wanita yang dilaksanakan oleh Fatayat, korps wanita Nahdlatul Ulama; bantuan yang diberikan kepada Sisters In Islam dan sebagainya. Media massa merupakan alat yang penting dalam strategi musuh-musuh Islam.

Dengan target para penonton Arab, pada tahun 2002 AS telah membangun Radio Sawa, stesen radio yang menyiarkan muzik pop dan berita, dan pada tahun 2004, al-Hurra, TV satelit yang menyiarkan berita. Organisasi RAND mendorong jurnalis-jurnalis Arab dalam media popular melaporkan tentang kehidupan peribadi dan ‘keburukan’ pemimpin-pemimpin ‘fundamentalis’. Misalnya mereka menuduh kematian pelajar-pelajar perempuan dalam kebakaran di sebuah sekolah di Saudi adalah karena mereka dihalang keluar tanpa memakai hijab. RAND juga menyarankan supaya media menyebarkan konflik antara Muslim ‘tradisionalis’ dengan ‘fundamentalis’. Sebaliknya golongan modernist disuruh bekerjasama dengan ‘tradisionalis’. Fundamentalis menurut RAND mesti dicabar dan pandangan mereka tentang Islam mesti dicurigai. Media mesti mencipta spekulasi tentang hubungan kaum fundamentalis dengan kelompok dan kegiatan ‘illegal’, dan ditunjukkan bahawa mereka tidak pandai memerintah. (Civil Democratic Islam: Partners, Resources and Strategies, Chery Benard, RAND, 2003) Misalnya kelemahan Gus Dur memerintah Indonesia dan kelemahan partai Islam PAS memerintah Kelantan dan Terengganu (Malaysia) dijadikan bukti untuk menunjukkan bahawa Islam tidak mampu menyelesaikan permasalahan manusia padahal kelemahan itu adalah kelemahan partai tersebut bukannya kelemahan Islam. Musuh-musuh Islam juga sengaja mengadu domba antara satu gerakan Islam dengan gerakan Islam yang lain melalui media .

Di samping itu, banyak program lain yang tidak berkaitan dengan agama, seperti program hiburan, anak-anak, dan sebagainya dijadikan alat untuk menyisipkan propaganda, seperti pluralisme, kebebasan individu, dan sebagainya. Hal itu mereka lakukan melalui badan penyiaran Internasional AS, iaitu “Voice of America (VoA),” yang merintis lebih banyak lagi unit-unit siaran mereka dalam bentuk kerjasama dalam materi pemberitaan dan siaran untuk radio mahupun television (seperti yang sudah terjalin dengan Metro-TV) di seluruh dunia.

(4) Adanya program-program pendidikan yang landasannya didirikan oleh penjajah, termasuk thariqah (metode) yang mengatur tata cara penerapan program-program ini di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Lembaga-lembaga pendidikan yang mengikut acuan Barat telah menghasilkan sarjana-sarjana, yang akan terjun dalam bidang pemerintahan, birokrasi, pengadilan, pendidikan, kedoktoran dan semua bidang kehidupan. Mantan Manager Bank Islam Malaysia, Datuk Dr Abdul Halim Ismail mengatakan bahawa “model” ekonomi bank-bank dan institusi kewangan yang disusun oleh ahli-ahli ekonomi Islam adalah tidak berasaskan Syariah. Beliau berkata ini terjadi karena model itu hanya ditiru dari model-model ekonomi barat dan Marxist. Beliau juga mengatakan mereka telah mengubah undang-undang hudud (uqubat) dan menghalalkan perkara yang haram dan mengharamkan yang halal, tanpa sebarang asas dalam Syariah [4].

Adanya pemujaan terhadap pengetahuan (tsaqafah) Barat, dan menganggapnya sebagai ilmu yang universal. Barat dijadikan rujukan dan kiblat. Akibatnya, kaum Muslim merendahkan Islam. Luthfi Asy-Syaukanie, salah seorang motor Jaringan Islam Liberal (JIL) pernah menyebut 4 agenda utama lahirnya Islam Liberal: Pertama, agenda politik. Kaum Muslim, misalnya, “diarahkan” oleh JIL untuk mempercayai sekularisme dan menolak sistem pemerintahan Islam (Khilafah). Kedua, agenda pluralisme. Kelompok ini menyerukan bahawa semua agama adalah benar, tidak boleh ada monopoli truth claim (kebenaran tunggal). Ketiga, agenda emansipasi wanita. Diwar-warkan wacana kesamarataan gender dan keadilan secara mutlak peranan atau hak lelaki dan wanita. Keempat, agenda kebebasan. Dikembangkan idea hak untuk menunjukkan perilaku tanpa dibatasi oleh norma-norma yang ada dengan alasan HAM. NGO seperti Sisters In Islam (Malaysia) dijadikan alat oleh Barat untuk memperjuangkan emansipasi wanita dan menyebarkan sekularisme.

(5) Masyarakat di dunia Islam berada di tengah-tengah kehidupan yang tidak Islami. Mereka hidup dengan gaya hidup yang bertentangan dengan Islam. Tujuan hidup mereka bukan lagi mendapat keredaan Allah swt tetapi manfaat. Mereka jadi malas dan takut untuk mendirikan Khilafah karena merasakan tidak ada manfaat. Sifat pengorbanan hilang dari dada mereka sebaliknya digantikan dengan sifat individualistik yang mementingkan kepentingan peribadi. Mereka juga menjadi pragmatis dan rela menerima apa saja yang dipaksakan ke atas mereka. Mereka tidak mahu mengubah kondisi karena merasa puas dengan kondisi sekarang dan khawatir perjuangan Islam akan merampas kesenangan hidupnya. Keadaan ini juga didorong oleh banyaknya penguasa di negara-negara Muslim yang memburukkan Islam dan Khilafah. Mereka mengancam, memburu dan membunuh aktivis yang memperjuangkan Khilafah secara damai. Baru-baru ini di Pakistan beberapa orang pejabat tentera dicopot hanya karena mereka mempunyai janggut yang dikaitkan dengan ‘fundamentalis’[6].

(6) Pemerintahan di negeri-negeri Islam berdiri berasaskan demokrasi dan prinsip sectarian yang bersifat territorial. Adanya pendapat umum tentang nasionalisme dan kesukuan menyebabkan terbentuknya gerakan-gerakan politik yang berasaskan nasionalisme, kesukuan dan sekularisme. Dominasi Barat terhadap negeri-negeri Islam, penyerahan kendali pemerintahan kepada Barat, dan penerapan sistem kapitalis di negeri-negeri Islam menyebabkan umat Islam cenderung mempertahankan diri sebagai bangsa tertentu, bukan sebagai muslim yang global. Faham nasionalisme menempatkan kepentingan negara di atas segala-galanya termasuk akidah Islam. Tersebarnya faham nasionalisme ini menjadikan kaum Muslim sedunia yang tadinya bersatu menjadi 57 buah negara. Muncullah PanArabisme, lalu diikuti dengan munculnya tuntutan untuk mendirikan negara-negara nasional lepas dari kekuasaan Khalifah Utsmaniyah saat itu. Akhirnya, melalui Mustafa Kemal yang didukung oleh Inggeris dan negara-negara besar saat itu, pada tanggal 3 Maret 1924, Khilafah diruntuhkan. Kaum Muslim tidak lagi memiliki benteng yang sentiasa menjaga dan memeliharanya. Musuh-musuh Islam memecahkan wilayah umat Islam supaya menyukarkan penyatuan umat Islam di bawah Khilafah. Iraq sekarang ini akan dipecahkan kepada 3 wilayah mengikut Sunnah, Syiah dan Kurd. Malaysia berkelahi dengan Indonesia tentang Pulau Sipadan dan Ligitan walaupun mereka adalah Muslim.

(7) Musuh-musuh Islam menghalang negara-negara Muslim memiliki teknologi canggih dan senjata. Sebelum menjajah Iraq, AS melarang Iraq memiliki senjata. AS sekarang mengancam Iran dari memiliki teknologi nuklear. Jika Muslim tidak memiliki teknologi dan senjata, mudah bagi Amerika untuk mendominasi dan menjajah mereka seperti apa yang dilakukan ke atas Iraq. Kondisi ini akan menyulitkan umat Islam nanti apabila berdirinya Khilafah karena umat Islam tidak memiliki senjata untuk mempertahankan diri mereka. Di samping itu orientasi negara-negara umat Islam dalam pembangunan teknologi dan industri biasanya tertumpu kepada yang bersifat komersial dan bukan kepada yang bersifat strategis. Akibatnya mereka mengabaikan bidang pertahanan, persenjataan, intelligence, bahkan mereka mempercayakan sistem pertahanan mereka kepada negara-negara musuh melalui kerjasama militer, sekadar membeli apa saja senjata yang ditawarkan.

(8) Kelompok yang tidak mendukung perjuangan menegakkan Khilafah juga menjadi Cabaran tersendiri. Keberadaannya bukan saja tidak bermanfaat, bahkan membahayakan umat, karena mereka mengalihkan perhatian umat Islam dari perjuangan yang terpenting, iaitu Khilafah yang ditakuti musuh-musuh Islam. Malahan kelompok-kelompok ini menyemai keragu-raguan dan kecurigaan terhadap semua gerakan politik, termasuk gerakan yang benar.

Itulah beberapa Cabaran bagi berdirinya kembali Khilafah yang telah, sedang dan bakal dihadapi dalam konteks perjuangan menegakkan syariat Islam. Semua ini tidak boleh memadamkan semangat para pejuang Islam, justeru seharusnya memacu mereka untuk lebih serius lagi mengembalikan Khilafah.
Insya Allah, pertolongan Allah akan kita dapatkan hingga umat Islam meraih kemenangan dan kejayaannya kembali. Allah Swt. berfirman:
فَأَيَّدْنَا الَّذِينَ ءَامَنُوا عَلَى عَدُوِّهِمْ فَأَصْبَحُوا ظَاهِرِينَ
Kami memberikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, sehingga mereka menjadi orang-orang yang menang. (TMQ ash-Shaff [61]: 14).

Rujukan
[1].Rice: U.S. using Cold War techniques in war on terror. Waging a war of ideaas with radical Islam", Thursday, August 19,2004, http://www.cnn.com/2004/ /ALLPOLITICS/08/19/rice-muslims
[2] Radical Islam In Central Asia, 30 Juni 2003, ICG Asia Report No. 58
[3] Laporan RAND 20035.Civil Democratic Islam: Partners, Resources and Strategies, Chery Benard, RAND, 2003
[4] Economic Model Un-Islamic?, New Straits Times, Malaysia, 29/2/88
[5] Islam’s Political Insurgency, Zeyno Baran, The Nixon Center, Desember 2004
[6] Surat Kabar Gulf News, 16/3/06

No comments:

Post a Comment